Rabu, 07 Maret 2012

Pojok Hati

Pagi ini dia kembali bertanya "kapan?". Dengan ekspresi ceria sekedar untuk menunjukkan klo aku menjalani semua dengan baik-baik saja, aku jawab klo aku sendiri belum tahu. Dia kembali bertanya apa pesannya sudah disampaikan, sekaligus memintaku untuk siap menghadapi segala kemungkinan. Dalam hati aku menjawab "Baik lah..., ga usah hawatirkan aku soal ini", toh aku sudah pernah menghadapinya, tentunya lebih berat. Aku terus meyakinkannya bahwa apapun yang terjadi adalah atas skenario-Nya.

Di suatu malam, dalam sujudku yang panjang yang aku niatkan untuk merayu Tuhanku agar mengabulkan hajatku........, justru aku tidak sanggup membuka mulutku yang basah dengan tetesan air mata. Bagaimana bisa aku mau merayu-Nya? sedangkan permohonan ampunan-ku pun belum cukup dan mungkin juga belum diterima, apalagi syukur ku...., sejagad rahmat DIA belum pernah aku syukuri.

Kuberanikan diri untuk berbicara kepada-Nya,
Tuhan......, terima kasih KAU telah mengangkatku dari penghiatanku kepadanya
Terima kasih kau telah memaksaku untuk kembali kepada-Mu, meskipun dengan mengeringkan air mataku, ternyata KAU lebih tahu kalau aku tidak mampu bertanggung jawab atas pilihanku saat itu.


Ternyata hanya itu yang berani aku katakan kepada-Nya. Aku tidak sanggup meminta apa yang menjadi keinginanku saat ini, aku hanya mampu berkali-kali meminta ampun.
Yaaahhh...... biarlah begini....... Bukankah Nabi Yunus ketika tertelan ikan  bukan berdoa kepada Tuhan untuk dikeluarkan, tapi beliau justru mengucapkan "laa ilaaha illa anta shubhanaka inni kuntu min adh-dholimiin". Bukankah ibunda Siti Hajar  ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim di padang pasir yang tandus bersama Ismail yang terus menangis karena  lapar dan haus bukan rejeki yang beliau minta dari Tuhan, tapi beliau justru meminta ampun "Robbii ighfir....., warham..., wa'fu..."

Dan lag-lagi..... maaf aku belum mampu saat ini. Yakinlah bahwa tidak ada sesuatu yang terlambat atau terlalu cepat, semua datang tepat pada waktunya kalau kita menjadikan Tuhan sebagai pembimbing. Tapi kalau kau tidak sabar......, mohon bantu aku meminta kepada-Nya.

Sequis Center Building Lt. 9
Sudirman, Jakarta Selatan

Haji Pengabdi Syetan


4 Oktober 2011,

Aku duduk bersimpuh berselimutkan mukena beralaskan karpet Turki yang empuk dan hangat. Kunikmati kemegahan bangunnanya, kebersihannya dan ku hirup sejuknya udara di dalam Rumah Allah ini, kurasakan ketenangan jiwa setelah keluar dari penatnya urusan dunia. Di sini aku ingin menempa jiwaku bersama para pembimbing spiritual yang mengagumkan bagiku. Aku ingin menjadi jiwa yang tenang, agar Tuhan memanggilku dengan mesra "Yaa ayyatuhannafshul muthmainnah, irji'ii ilaa robbiki roodhiyatan mardhiyyah, fad khulii fii "ibaadii, wad khulii jannatii".

Ku matikan hape ku agar tidak ada bunyi tuiingg....., blukutuk, plug-plug atau bahkan lagu. aku tidak ingin apapun menggangguku saat ini, apalagi urusan tadi siang yang telah menyita waktuku kurang lebih 9 jam sampai aku harus mencari celah-celah waktu saat panggilan Tuhanku datang. Sekarang saatnya aku hadapkan segenap jiwaku.

Prof. Ali Musthofa Ya'qub, seorang ulama besar ahli Hadist dan Imam Besar Masjid Istiqlal sedang menyampaikan ceramahnya.
*Sejak Haji diwajibkan, Rosululloh Muhammad Saw hanya haji 1x yang kemudian kita kenal dengan Haji Wada', dan umroh hanya  sebanyak 3x, padahal beliau punya banyak kesempatan untuk berkali-kali melakukan haji dan/atau umroh. Sementara kita? Rasanya kalau Allah memberikan rejeki maunya berangkat haji setiap tahun dan umroh setiap bulan. 

Obsesi kita untuk pergi haji dan umroh terkadang sering melupakan ibadah sosial kita. Kita lupa bahwa disekeliling kita masih banyak yang tidak mampu yang membutuhkan pertolongan, ada orang-orang tua yang lapar tidak sanggup lagi berkarya sementara anak mereka entah kemana, anak-anak yatim yang butuh makan, yang tidak mampu membayar biaya pendidikan, masih banyak saudara yang tinggal di tempat yang tidak layak, semua butuh pertolongan.

Ada yang perlu kita tahu, bahwa setan menggoda manusia disesuaikan dengan objek yang digodanya. Setan bukan hanya menyuruh manusia untuk mencuri, berzina, korupsi atau kemaksiatan lain. Setidaknya hal ini pernah terjadi pada seorang sahabat Rosullullah yaitu Abu Hurairah ("AH").

*Pada suatu malam AH mendapati serorang pencuri mendatangi rumahnya, setelah ditangkap pencuri itu mengiba-iba agar dilepaskan dengan alasan dirinya mencuri karena terpaksa, belum makan dan sejumlah alasan lain. Kejadian ini beliau laporkan pada Rosulullah, dan Rosullullah mengatakan bahwa nanti malam pencuri itu pasti datang lagi, dan meminta AH untuk menangkapnya. Pada malam ke-2, ternyata pencuri itu datang lagi dan AH langsung menangkapnya, tapi kejadian malam pertama terulang dan AH melaporkannya lagi kepada Rosullullah. Rosullullah mengatakan dan memerintahkan hal yang sama. Pada malam ke-3 pencuri itu datang lagi, dan AH bertekad tidak akan melepaskan pencuri itu lagi apapun alasannya. Setelah ditangkap, AH mengatakan kalo kali ini pencuri itu tidak akan dia lepaskan, dan pencuri pun siap untuk diserahkan kepada Rosullullah, namun sebelumnya pencuri mengatakan satu hal pada AH yaitu menganjurkan AH untuk membaca ayat kursi sebelum tidur agar tidak diganggu setan. Mendengar nasihat dari pencuri itu akhirnya hati AH luluh dan kemudian dilepaskannya dengan alasan apa yang disampaikan pencuri adalah suatu kebaikan. Kejadian malam ke -3 ini dilaporkannya lagi kepada Rosullulloh dan beliau mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh pencuri itu adalah benar, tapi "tahukah kamu, siapa kah pencuri itu? dia adalah setan". 

Cerita ini menggambarkan bahwa setan juga memerintahkan kita suatu kebaikan agar kita melupakan kebaikan yang lain yang lebih utama. Dan godaan dengan menyampaikan pesan-pesan baik itu tentu ditujukan kepada orang yang baik juga, sedangkan godaan dalam bentuk maksiat ditujukan untuk orang-orang yang gemar berbuat maksiat.

Seorang sahabat Prof. Ali yang bernama Al-Mukarrom Alaudin az-Zaktany yang kebetulan beliau adalah anggota Dewan Syariah Republik Syiria bercerita kepada Prof. Ali bahwa ada seorang ulama Syiria yang didatangi oleh seseorang dan menyampaikan bahwa dirinya ingin berangkat haji untuk yang ke-2 kali nya.Ulama tersebut bertanya, apakah disekitarnya tidak ada anak yatim yang membutuhkan pertolongannya? orang tersebut mengatakan ada, lalu ulama tersebut memerintahkan kepadanya untuk membatalkan haji nya dan menggunkan uangnya untuk membantu anak-anak yatim itu seluruhnya. Pada tahun berikutnya orang tersebut datang lagi dengan menyampaikan hal yang sama, lalu ulama tersebut bertanya apakah disekitarnya tidak ada janda-janda miskin yang membutuhkan pertolongannya? ketika dijawab ada, ulama tersebut memerintahkan agar orang tersebut membatalkan hajinya dan menggunakan uangnya untuk membantu janda-janda miskin tersebut seluruhnya. 
Pada tahun berikutnya orang tersebut datang lagi dan menyampikan hal yang sama, lalu ulama tersebut bertanya apakah disekitarnya semua warga sudah memiliki rumah? ketika dijawab tidak, ulama tersebut memerintahkan untuk membatalkan haji nya dan menggunakan uangnya untuk membantu membangun rumah bagi orang-orang yang belum memiliki rumah.

Kalau saja semua Muslim bisa menjaga keseimbangan antara hablun min allah dan hablun min an-naas maka mungkin tidak ada Muslim yang miskin, itulah makanya Zakat menjadi salah satu Rukun Islam, ditambah dengan bentuk-bentuk sunnah yang lain seperti infaq dan shodaqoh.

Prof. Ali sendiri prihatin dengan fenomena ini sehingga beliau menulis buku yang berjudul "Haji Pengabdi Setan".
http://www.goodreads.com/book/show/12984199-haji-pengabdi-setan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mau mengeluarkan fatwa tentang fenomena haji berkali-kali ini, namun setelah dilakukan penelitian ternyata Nahdhatul Ulama (NU) sudah pernah mengeluarkan fatwa terkait hal ini pada tahun 1971, sehingga MUI membatalkannya.

Di suatu wilayah di Indonesia (saya lupa persisnya) ada yang antrian haji-nya hingga mencapai 13 tahun. ini akibat fenomena banyaknya Muslim yang haji berulang, kenapa tidak kita berikan kesempatan pada yang belum menunaikannya?
Apakah mayoritas Muslim di Indonesia sudah membuat Indonesia menjadi negara yang Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur?

3 November 2011,
Sequish Center Building lantai 9
Sudirman, Jakarta Selatan

*merupakan kutipan tidak langsung

Sabar Telah Menyelamatkan Diri dan Keluarganya

Cerita Seribu Satu Malam,

Seorang pemuda kaya raya berasal dari Bagdad merupakan  seorang yang gemar dan haus akan ilmu. Suatu hari dia ingin melanjutkan pendidikannya ke Istambul Turki. Banyak yang menyarankan agar dia menikah terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikannya agar ada seseorang yang menjaga hartanya. Dia pun menikah dengan seorang gadis, dan beberapa hari kemudian meninggalkan istrinya di rumah beserta hartanya untuk pergi ke Istambul. Konon pada waktu itu, belajar ke luar negeri bukan hanya butuh waktu 1,2 atau 3 tahun, namun 10 bahkan 20 tahun.

20 tahun kemudian, ketika dia telah merasa cukup dengan ilmunya memutuskan untuk pulang kembali ke Bagdad. Demi menempuh perjalanan panjang dan berhari-hari dari Bagdad ke Istambul, dia mempersiapkan perbekalan berupa makanan dan tidak lupa persenjataan sebagai perlindungan diri. Di zamannya dengan media komunikasi yang masih terbatas, dia melakukan perjalanan pulang tanpa memberitahukan isterinya. Di tengah perjalanan, satu hari sebelum dia sampai ke rumah, dia bermalam di rumah seorang kakek tua dan menyempatkan diri untuk memberi ceramah agama kepada penduduk setempat. Ternyata penduduk sangat antusias dengan kedatangan dan ceramah yang diberikan oleh nya. 

Agar dia bersedia menunda perjalanannya untuk beberapa hari, sang kakek mengajukan pertanyaan kepadanya tentang apakah sumber kebahagiaan itu? Dia pun tidak dapat menjawab, lalu sang kakek memintanya untuk tinggal seminggu lagi dan setelah itu sang kakek akan memberitahukan tentang sumber kesabaran itu.

Nasrudin berpikir panjang, tentu hal ini sangat berat baginya karena 20 tahun dia telah meningglkan isterinya sementara perjalanan untuk menemui isterinya tinggal satu hari lagi. Namun karena keingin tahuannya dan rasa terima kasihnya kepada sang kakek dia bersedia untuk tinggal satu minggu lagi. Setelah satu minggu, sang kakek pun memberitahukan bahwa sumber kebahagiaan adalah SABAR (satu kata  yang sering dan sudah biasa dia dengar), namun tanpa disadari dia bahkan telah menjalankan pesan sabar itu.

Dia melanjutkan perjalanannya dan sampai di depan rumahnya pada waktu  tengah malam.  Namun apa yang dia dengar dari depan rumah sungguh mengiris hatinya, dia mendengar isterinya sedang bercanda dengan seorang pemuda. dia  pun naik pitam dan hampir saja menghunus pedangnya untuk membunuh pemuda itu. Namun pesan sang kakek tentang kesabaran terngiang di telinganya, wajah sang kakek membayang dihadapannya. Pemuda itu membatalkan niatnya dan memutuskan untuk berhenti di sebuah warung kecil dekat rumahnya. Pemuda itu berbicara dengan seorang ibu penjaga warung.

Dalam perbincangannya dia bertanya tentang siapakah yang sekarang mengasuh dan menghidupkan masjid yang berada di kampunya. Penjaga warung pun bercerita bahwa 20 tahun yang lalu ada seorang pemuda  yang mengasuh masjid itu, namun sekarang dia berada di Istambul untuk melanjutkan pendidikannya. Pemuda itu meninggalkam isterinya yang baru beberapa hari saja dinikahinya. Tanpa diketahuinya, isterinya mengandung  seorang anak laki-laki  dari hasil pernikahan itu. Anak itulah yang sekarang mengasuh masjid ini, dia sudah menjadi ulama besar.

Pemuda itu menangis terharu mendengar jawaban penjaga warung. Waktu shubuh tiba, pemuda itu mengikuti sholat berjamaah shubuh di masjid  itu dimana anaknya yang bertindak sebagai Imam.
Pesan sabar dari sang kakek telah menyelamatkan keluarganya.
6 Maret 2012
Sequis Center Lt. 9
Sudirman Jakarta Selatan
Quoted from DR. Ibdalsyah @Rumah ke-Agungan Tuhan

*Kutipan tidak langsung